CatatanCatatan Perjalanan Gua

Terpukau pada Gua di Mabim Caving


Saya pikir tempat ini keren! Walau lelah dan sedikit menegangkan, saya tidak kapok untuk melakukannya lagi.


DSC_0014

Jumat, 1 April 2016, tepatnya pukul 17.30 WIB saya bersama tim caving saya : Mimi dan Yandi, dan lima orang pembimbing, berangkat menuju Tasikmalaya. Agenda kami minggu ini adalah menyusuri gua Cukang Lemah dan gua Batu Badag.

Dari sekretariat Palawa, kami berangkat menuju rumah Kang Eris, Anggota Luar Biasa yang juga salah satu cavers Palawa. Kami sampai sekitar pukul 10 malam, dengan rasa sungkan kami menyinggahi rumah Kang Eris dan ikut bermalam demi penjelajahan yang akan dilakukan keesokan harinya.

Esoknya, pukul setengah lima pagi kami sudah bangun dan menyiapkan sarapan dengan menu nasi goreng. Hari itu kami semua melanjutkan perjalanan menuju Desa Wakap, Kampung Biru, Kecamatan Bantarkalong, yang jaraknya –jika dihitung dengan waktu dan jenis kendaraan yang digunakan– sekitar 3-4 jam menggunakan elf. Sampailah kami di gapura Desa Wakap pukul 8.30 WIB. Kami turun dari elf dan mulai mengangkut carrier, berjalan menyusuri perkebunan dan rumah-rumah desa. Berjalan sekitar 15 menit, sampailah kami di tempat camp dan langsung membangun shelter.

Sementara yang lain membangun shelter dan  melakukan cek alat, saya bersama Kang Syarif mengunjungi rumah Pak RT setempat. Sebagaimana mestinya, kami melakukan perijinan dan berbasa-basi sebentar. Lucunya, saya yang ditunjuk sebagai penanggung jawab sosialisasi penduduk ini ternyata tidak dapat berbicara banyak, karena kurang bisa berbahasa Sunda. Jadi, ya, saya hanya datang dan senyum-senyum sedikit dengan Bu RT, lalu kembali turun.

1
Saat menyusuri jalan setapak menuju basecamp

Alat-alat susur gua seperti coverall, helm, headlamp, dan sepatu boots sudah disiapkan. Setelah shelter, yang akan kami gunakan untuk istirahat malam nanti, beres dibangun kami mulai mengenakan setelan susur gua. Untuk hari pertama, target kami adalah pemetaan gua horizontal, maka dari itu kami melakukan kalibrasi antara shooter dan stationer. Dengan menggunakan metode bottom to top, kami pun mulai memasuki mulut gua.

Gua Cukang Lemah menjadi gua pertama yang kami susuri. Ternyata gua ini sangat dekat  dengan basecamp. Dengan mudah kami memasukinya walau harus scrambling untuk mendekatinya. Saya cukup terpukau dengan pemandangan yang ada, tidak menyeramkan seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Saya pikir tempat ini keren!

2
Di depan mulut gua (photo by Sarah Yusra)

Kami mulai memasuki gua, dengan Mimi sebagai leader-nya. Kami berjalan, merangkak, sampai melakukan bearwalking di dalam gua. Sepanjang penyusuran kami melihat banyak kerikil, air, dan tanah. Banyak juga stalagtit yaitu ornamen yang menggantung di langit-langit gua yang terbentuk karena tetesan air. Tak kalah, stalagmit, batuan kalsit yang berbentuk kerucut ke atas juga kami temui. Kami juga menemukan kelelawar lengkap dengan guano-nya.

Kami masuk sampai di titik unexplore. Dari sini kami mulai melakukan pemetaan. Secara bergantian, kami melakukan tugas-tugas sesuai dengan yang sudah disepakati. Sayangnya, karena waktu yang terbatas, kami hanya melakukan pemetaan sampai beberapa stasiun saja. Lalu dilanjutkan dengan pemetaan chamber dan mulut gua.

3
Melakukan fotografi gua di titik unexplore dan dilanjutkan pemetaan (photo by Andreas Polin)

Hari pertama, penelusuran gua horizontal selesai dilakukan. Malamnya kami makan dan melakukan evaluasi, kemudian brieffing untuk kegiatan esoknya.

Gua kedua adalah Gua Batu Badag, gua vertikal yang sudah saya tunggu-tunggu. Dari basecamp, sesudah mengenakan coverall dan satu set peralatan Single Rope Technique (SRT), kami berjalan sedikit dan sampailah di mulut gua yang agak tersembunyi. Yandi yang bertugas sebagai riggingman mulai melakukan pekerjaannya, saya dan Rahmi menunggu giliran turun sambil saling cek peralatan SRT yang terpasang di badan (body check), kalau-kalau ada peralatan yang terpasang keliru.

Tibalah saatnya saya harus turun. Saya pun langsung memasang ascender untuk mencapai pitch pertama. Di pitch pertama ini saya pindah lintasan dengan lancar kemudian lanjut turun ke pitch kedua. Di pitch kedua, saya juga bisa pindah lintasan tanpa kendala berarti menuju lintasan selanjutnya yang cukup dalam. Dibantu oleh descender, saya turun menuju dasar gua dengan baik.

Dari dasar gua sebenarnya masih ada lorong yang memungkinkan untuk di-explore, sayangnya saya tidak sempat meng-explore lebih lanjut karena harus mengaplikasikan materi “fotografi dalam gua” bersama Kang Polin dan Rahmi. Di dasar gua ini, tetesan air terus menerus turun bagaikan hujan. Kami kira diluar gua memang hujan, tapi nyatanya cuaca cerah. Mungkin tetesan air tersebut menjadi salah satu faktor yang membentuk gua vertikal ini.

4
Tim Masa Bimbingan Caving Palawa Unpad Nawa Ayaskara (photo by Andreas Polin)

Tak lama kami berada di dasar, kami akhirnya mulai ascending dan berniat melakukan fotografi gua saat SRT-an. Namun sayang sekali, kamera dan flash yang dibawa kurang memadai dan lupa di-setting agar hasil foto yang didapat bagus. Jadi, hanya beberapa menit berfoto, kami pun lanjut ascending.

Saat proses ascending, awalnya saya lakukan dengan baik, tapi ketika melakukan perpindahan lintasan di pitch dua saya menemui masalah. Saat itu, saya yang didampingi oleh Kang Polin, terus berusaha naik ke “daratan”. Di sini saya benar-benar kesulitan, badan saya sudah lemas tetapi saya harus mengangkat badan. Bahkan, saat sudah berpindah lintasan, saya sempat jatuh dan menggantung pada chest ascender yang salah posisi! Jadilah saya diomeli oleh Kang Polin karena kesulitan di pitch ini. Tapi akhirnya, dibantu oleh sling yang diberikan dan doa, saya bisa naik dan berpijak di batu. Kemudian saya kembali naik ke pitch pertama dan keluar dari dalam gua. Badan saya lemas tapi perasaan saya begitu lega, akhirnya keluar juga..

Setelah selesai, saya langsung menuju basecamp, membersihkan peralatan dan berganti baju untuk persiapan pulang. Sedikit sedih mengetahui bahwa waktu bertualang kami sudah selesai, kami packing dan mulai memakai carrier. Sesudah berdoa, kami kembali menyusuri jalan desa menuju jalan utama untuk menaiki elf. Sama seperti jalan pergi, kami naik bus Primajasa dan sampai di Dangdeur kemudian dilanjutkan menyarter angkot sampai Jatinangor.

Walau lelah dan sedikit menegangkan, saya tidak kapok untuk melakukannya lagi. Bahkan saya menunggu penelusuran gua selanjutnya. Banyak sekali ilmu dan manfaat dari mabim caving ini. Terima kasih Palawa, Akang-Teteh terima kasih atas ilmu dan pengalamannya, Palawa Sepanjang Masa!!

5
Tim susur gua horizontal Cukang Lemah (photo by Syarifudin Nur)
6
Tim susur gua vertikal Batu Badag

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *