CatatanHeadline

Perjalanan Paling Sunyi dan Rahasia

Oleh : Teressa Deviani Pramana (Siswa Diklatdas XXXIV)

Dokumentasi Diklat Angkatan XXXIV

Yang tersulit dari perjalanan ini adalah “perizinan” untuk berada di perjalanan ini, meyakinkan hati kedua orang tua hanya dengan kata adalah hal paling tak berguna sebab buktilah yang paling dibutuhkan mereka untuk yakin bahwa bisa atau tidakkah mereka lepaskan anaknya ini.Seperti merpati dalam sangkar, yang dijaga bertahun-tahun lamanya.
Sulit bagi kedua orangtuaku untuk melepaskanku agar sedikit bisa menjadi manusia berani.
Tapi aku berhasil meyakinkan dan membuktikan, hingga tiba aku pada hari dimana perjalanan paling sunyi dan rahasia itu dimulai.
Tak ada yang tau, kemana kaki ini akan berhenti melangkah dan singgah, semuanya begitu rahasia, hanya menurut perintah yang kami andalkan agar bisa baik-baik saja. Hari pertamaku dimulai dengan jiwa lemah yang meronta meminta menyerah tanpa diiringi kata pertahanan, rintih dan tangis hanya berisik yang mengusik, disana semuanya terabaikan sebab tujuan paling pasti dari perjalanan yang sempat meresahkan jiwa itu adalah untuk “diselesaikan.”
Tak ada yang memintaku untuk berada diperjalanan ini, semuanya berdasar atas “keinginanku.” Mengingat kembali tujuan awalku dalam perjalanan ini adalah, “menaklukan diri sendiri” aku bangkit kembali, memulai hari berikutnya diiringi niat dan tujuanku itu. Hari berikutnya, jiwa lemahku tak hilang begitu saja, ia tetap ada, merintih juga menyerah dalam kesunyian yang dirahasiakan semesta. Ketika hari kedua berhasil kulewati, tersenyum nuraniku dan berkata “ternyata aku memang bisa” ,hingga terbesit dibenakku, bahwasanya kekeliruanku dihari sebelumnya adalah akibat jiwaku yang menyerah lebih dulu, jauh sebelum aku mencobanya.
Diperjalanan ini, semuanya begitu sunyi, hanya hembusan semilir angin yang mengusap pepohohan yang benar-benar terdengar, hingga naas rintihan dan teriakan “AKU LELAH INGIN PULANG.” pun kalah oleh riuhnya angin. Semuanya terasa mengerikan, rintihan yang terabaikan, tangis yang tertahankan, juga niat pulang yang terurungkan, hingga pada akhirnya kami semua memilih untuk mengalah pada kaki lelah yang tetap dipaksa melangkah atas nama perintah, kami pasrah bukan menyerah!
Sebab kami tau,
hanya dengan menurut perintah,
kami akan kembali kerumah.
Sebab kami tau,
hanya dengan patuh,
takan pelatih biarkan semangat kami patah.
Tak ada senyum yang nampak pada pelatih,
semua senyumnya ditukar oleh gertakan yang ternyata menguatkan.
Perjalanan mendidik, paling sunyi dan rahasia ini ternyata sudah berhasil menghasilkan generasi baru.
Tanpa diiringi senyuman pelatih,
Jiwa kami berhasil dikuatkan,
Egois kami berhasil dihilangkan,
Kepedulian kami berhasil ditingkatkan,
Dan diri kami berhasil ditaklukan.
“AKU MAU, DAN AKU BISA.” itu adalah kata selain doa, yang mengiringi setiap langkahku hingga pada akhirnya aku bisa berdiri tegap dipelantikan bersama saudara-saudara tangguhku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *