CatatanCatatan Perjalanan GunungEkspedisi Nemangkawi 2016Headline

Menjemput Asa Dari Soanggama


Noperinus ingin menularkan semangat itu kepada saudara-saudara nya yang lain. Dia ingin mengabdi kepada tanah kelahiran nya, untuk kemajuan Papua, agar tidak jauh tertinggal dari daerah lain di Indonesia.


Siswa kelas 6 SD Negeri Soanggama sedang belajar dibimbing oleh gurunya (©Syarif Nur/Palawa Unpad)
Siswa kelas 6 SD Negeri Soanggama sedang belajar dibimbing oleh gurunya (©Syarif Nur/Palawa Unpad)

Kabut masih enggan beranjak dari lorong sekolah, matahari masih malas menghangati hari. Sekawanan babi mulai berkerumun mengendus lumpur depan sekolah berharap mendapat sarapan. Di teras rumah milik para guru di dekat sekolah, seekor anjing hitam meregangkan punggungnya dengan tenang. Uap kayu bakar mengepul dari dapur rumah guru, menandakan hari yang akan segera dimulai.

Rumah guru itu cukup sederhana, dibangun dengan dana pemerintah kabupaten Intan Jaya beberapa tahun lalu, bersama SD Soanggama. Satu ruang tamu tanpa kursi dan meja tamu, hanya ada dua meja yang digeser ke sudut dinding dipenuhi tetek bengek administrasi sekolah dan bertumpuk-tumpuk buku paket.

Ada dua kamar tidur, yang satu kamar nya digunakan sebagai gudang untuk menyimpan kelengkapan sekolah, satu kamar tidur lagi disesaki oleh tiga orang guru dan seorang murid yang menumpang tinggal bersama para guru. Tak ada listrik di sepenjuru Desa Soanggama, namun beberapa rumah pemuka desa dan rumah guru dilengkapi dengan solar panel, sehingga kebutuhan cahaya saat malam dapat sedikit teratasi. Tak megah memang, namun suasana di dalamnya selalu hangat dengan semangat.

***

Waktu masih menunjukan pukul lima lebih seperempat pagi, seorang anak yang tinggal bersama para garu SD Soanggama tengah disibukan dengan kegiatan memotong-motong kayu bakar. Api yang berderak di tungku tempat memasak memancarkan kehangatan di tengah dinginnya suhu pagi Desa Soanggama. Noperinus namanya. Noperinus Kogoya. Lebih dari setahun lalu, waktunya banyak dihabiskan di rumah para guru. Rumah honai nya dipenuhi dengan enam orang anggota keluarganya. Ketiadaan listrik di rumah menjadi salah satu alasan noperinus menerima tawaran gurunya untuk tinggal bersama.

Noperinus merupakan anak sulung dari empat orang bersaudara, kini dia duduk di bangku kelas empat sekolah dasar, di SD Negeri Soanggama. Ketiga adiknya masih belum cukup umur untuk masuk bangku sekolah.

Noperinus tergolong  anak yang irit bicara saat bersama para guru, teman-temannya maupun dengan keluarganya. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya, saat ada orang yang mengajak bicara.

Sehari-hari dia membantu kegiatan rumah gurunya, membantu memasak, mencuci piring, menyapu, dan lainnya. Sebagai gantinya Noperinus mendapat kesempatan belajar yang lebih dan dibimbing langsung oleh para guru.

Rumah Honai, tenoat tinggal salah satu siswa SD Negeri Soanggama (©Syarif Nur/Palawa Unpad)
Rumah Honai, tempat tinggal salah satu siswa SD Negeri Soanggama (©Syarif Nur/Palawa Unpad)

Di sela kegiatan nya di rumah guru, dia juga terkadang pulang ke rumah nya untuk membantu orang tuanya berburu atau berangkat ke kebun. Seperti kebanyakan anak di Desa Soanggama, Noperinus sangat suka bermain sepak bola, hampir setiap waktu kosong nya dia habiskan untuk bermain sepak bola bersama teman temannya.

Selesai menuangkan air panas untuk kopi di gelas milik para guru, Noperinus segera berganti pakaian dengan seragam yang mulai berwarna kusam. Dengan tangan cekatan nya, segera dia memasukan buku dan pulpen ke dalam noken. Lalu dia mengambil beberapa kunci kelas yang tergantung di ruang tamu. Ya. Membuka kunci semua kelas di sekolah juga menjadi tugas Noperinus sehari-hari.

Tanpa mengenakan sepatu, dia berjalan diantara lumpur depan sekolah menuju lorong sekolah dimana telah terdapat beberapa siswa yang menunggu di depan kelas nya masing-masing. Klek. Kunci dibuka, anak-anak pun masuk sembari berteriak girang dan segera mengambil sapu untuk membersihkan kelas nya. Ternyata mereka adalah siswa yang bertugas melaksanakan piket kebersihan kelas pagi.

Noperinus Kogoya, salah satu siswa kelas empat di SD Negeri Soanggama (©Syarif Nur/ Palawa Unpad)
Noperinus Kogoya, salah satu siswa kelas empat di SD Negeri Soanggama (©Syarif Nur/ Palawa Unpad)

Sekolah kini semakin ramai, ada anak yang bermain sepak bola, makan ubi, bertengkar, bercanda, dan ada pula beberapa kerumunan anak yang bermain perang-perangan. Mereka berkerumun dan meneriakan seruan lagu perang khas suku dani, lalu berlari bersama untuk menggetok kepala siapapun siswa yang tengah sial.

Kebanyakan anak sekolah di SD Negeri Soanggama, tidak memakai alas kaki. Kalaupun ada yang memakai, terkadang hanya memakai untuk kaki nya yang sebelah, ada juga yang mengenakan sepatu bot besar untuk sekolah. Semua hal yang sukar dibayangkan apabila membandingkan dengan anak SD yang ada di Pulau Jawa.

Salah seorang guru yang bertugas menjadi pembina apel pagi berseru kepada para murid untuk segera berbaris. Apel pagi yang menjadi pembuka kegiatan belajar di SD Negeri Soanggama akan segera dilaksanakan. Semua siswa berbaris menurut kelas nya masing-masing dan bersiap menjalani pembuka kegiatan rutin sekolah. Total semua anak yang datang pagi ini tak lebih dari lima puluh orang. Terbilang sedikit daripada jumlah total murid SD Soanggama yang terdaftar. Tak sampai sepertiga nya.

Waktu istirahat, dimanfaatkan siswa untuk bermain dan berinteraksi (©Syarif Nur/Palawa Unpad)
Waktu istirahat, dimanfaatkan siswa untuk bermain dan berinteraksi (©Syarif Nur/Palawa Unpad)

Impian dan harapan

Bersekolah memang sepertinya bukan prioritas utama anak-anak di Desa Soanggama, banyak anak yang menghabiskan waktu nya untuk berburu di hutan, membantu orang tua nya di kebun ataupun hanya sekedar bermain. Kesadaran akan perlunya sekolah masih dapat dikatakan kecil, meski tidak minim. Masih terdapat beragam pandangan dari masyarakat Desa Soanggama terhadap arti penting pendidikan.

Dengan para orang tua yang mayoritas tidak bersekolah dan rata-rata lulusan paling tinggi adalah lulusan SMP, menjadikan mereka tidak terlalu ambil pusing dengan enggan nya anak mereka untuk bersekolah. Kalau mau silakan, kalau tidak, ya mari kita cari makanan untuk hidup besok bersama-sama.

Namun sedikit demi sedikit, mulai terjadi pergeseran kesadaran akan pentingnya sekolah di kalangan anak-anak. Dengan semakin digenjotnya pembangunan di sana-sini oleh pemerintah pusat maupun daerah Papua, memberikan kesempatan bagi warga Papua asli untuk mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Noperinus Kogoya contohnya. Dia adalah salah satu anak di Desa Soanggama yang melek informasi dan teknologi. Dengan gawai milik pak guru, Noperinus terkadang cukup asyik mencari tahu perkembangan dunia di luar sana.

Noperinus bercita-cita ingin menjadi guru. Sama seperti guru sekolah nya sekarang yang telah menginspirasi dia untuk sadar akan arti pentingnya pendidikan. Noperinus ingin menularkan semangat itu kepada saudara-saudara nya yang lain. Dia ingin mengabdi kepada tanah kelahiran nya, untuk kemajuan Papua, agar tidak jauh tertinggal dari daerah lain di Indonesia. Dia ingin Papua kelak menjadi provinsi yang maju dan berperan penting bagi masa depan Indonesia.

Noperinus bukan satu-satunya anak yang punya impian mulia bagi Papua, semua anak di SD Negeri Soanggama memiliki keinginan yang sama, meski dengan tujuan yang berbeda. Ada yang ingin menjadi Bupati, Anggota DPR, Tentara, ataupun jadi Gubernur.

Entah bagaimana caranya mereka bisa menjemput keinginan mereka, yang mereka tahu, mereka harus rajin belajar. Entah takdir akan menemukan mereka dengan jalan nya masing-masing dan dengan cara nya masing-masing. Namun tujuan akhir mereka tetap sama. Kemajuan Papua, untuk Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *